Sunday, October 21, 2012

Flavour


Flavor sangan berperan dalam mempengaruhi pemilihan dan kesukaan konsumen akan makanan. Flavor yang mempunyai rasa seperti daging misalnya, sangat digemari di Indonesia. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika banyak jenis makanan yang beredar di pasaran ditambahkan beef-like seasoning sebagai bahan pembentuk flavor rasa daging pada waktu pembuatannya (Anonymous, 1998).
Flavor bahan pangan sesungguhnya terdiri dari tiga komponen yaitu bau, rasa dan rangsangan mulut. Bau dapat dikenali bila berbentuk uap, rasa dapat diketahui bila dicecap oleh lidah, sedangkan rangsangan mulut terjadi sewaktu makanan tersentuh dan terasa di rongga mulut. Beberapa senyawa diketahui dapat menimbulkan dan meningkatkan rasa enak atau menekan rasa yang tidak diinginkan dari suatu bahan makanan, yang sering disebut sebagai flavor potentiator, flavor intensifier atau flavor enhancer. Bahan yang umum digunakan sebagai flavor enhancer yaitu MSG, inosin 5’-monophospat (IMP) dan guanidine 5’-mono phospat (GMP) (Winarno, 1997).

Kebanyakan makanan dikonsumsi dalam bentuk makanan olahan dengan proses pemanasan. Flavor alami dapat terbentuk baik secara enzimatis maupun dengan proses pemanasan yang dihasilkan melalui interaksi prekursor-prekursor di dalam bahan pangan, khususnya reaksi antara karbohidrat dengan asam amino dan degradasi termal lipid (Tressl, 1991).
Bailey (1994) melaporkan bahwa meat flavour dalam bahan pangan dihasilkan karena adanya reaksi Maillard. Hal ini ditunjukkan dengan terbentuknya meat flavor dari hasil pemasakan daging dan juga dari sistem model pembentukan meat flavor sintetik. Komponen dominan yang dihasilkan yaitu heterosiklik N,S,O dan senyawa yang mengandung sulfur. Komponen-komponen tersebut mencakup furan, pirazin, pirol, tifen, tiazol, imidazol, piridin, oksazol dan siklik etilen sulfide.
Flavor umami merupakan produk browning, dimana gula reduksi akan bereaksi dengan senyawa-senyawa amino untuk membentuk glikosilamin (Mottram, 1998). Sedangkan menurut Tranggono, dkk (1990) rasa sedap juga dapat dihasilkan karena proses pengolahan atau dapat dibentuk secara fermentasi. Sebagai contoh reaksi browning non enzimatis dapat menghasilkan bau yang kuat yaitu terbentuknya furtural, maltol pada reaksi Maillard.  Penambahan gula reduksi sangat membantu pengoptimalan pengembangan umami hidrolisat tempe. Dalam daging, gula reduksi yang sebenarnya sangat baik untuk pengembangan flavor adalah ribosa yang tergolong  senyawa pentosan (Tsai, et al dalam Soeparno, 1994).
Cita rasa umami dapat ditemukan pada hidrolisat protein dari daging sapi, ayam, babi, kambing dan protein nabati (umumnya kedelai) (Maga, 1998). Berbeda dengan penggunaan MSG yang hanya mengandung satu jenis asam amino yaitu asam glutamat, pada hidrolisis protein secara enzimatis asam amino yang dihasilkan lebih kompleks (Nielsen, 1997).
Flavor potentiator adalah bahan-bahan yang dapat meningkatkan  rasa enak atau dapat  menekan rasa yang kurang enak dari suatu bahan makanan. Bahan iut sendiri tidak atau sedikit mempunyai cita rasa. Sebagai contoh penambahan senyawa L-asam glutamat pada daging atau masakan akan menimbulkan cita rasa asam amino tersebut. Penggunaan dari asam glutamat hanya efektif pada daging, sup, masakan-masakan dari ikan, ayam, dll. Tetapi tidak efektif untuk penyedap buah, sari buah atau makanan berbumbu yang manis (Tranggono dkk,1990).
Asam glutamat sangat penting peranannya dalam pengolahan masakan, karena dapat menimbulkan rasa yang lezat (Winarno, 1997). Menurut Hirasawa, et.al (2001), produksi industri asam amino seperti asam glutamat, lisin, ornitin, threonin digunakan sebagai penguat rasa (flavor enhancer) pada makanan.
Secara alami asam glutamat terdapat dalam bahan makanan berprotein tinggi, seperti dalam tepung gandum, kedelai, jagung dll. Asam glutamat efektif sebagai penyedap pada pH antara 3,5-7,2 yaitu pH makanan pada umumnya (Tranggono dkk,1990).
Asam glutamat merupakan asam amino non esensial yang dihasilkan dari makanan yang kita konsumsi dan masuk siklus Krebs dalam jalur metabolisme. Asam amino ini dihasilkan dalam bentuk bebas maupun berikatan (Winarno, 1997). Asam glutamat tidak mengalami dekomposisi selama proses dan pemanasan. Pada kondisi panas yang tinggi dan adanya gula reduksi, maka asam glutamat akan bereaksi dengan gula reduksi berupa reaksi Maillard (Sugita, 1990).
Menurut Pramadi (2008), glutamat adalah salah satu jenis asam amino, glutamat terikat dengan asam amino lainnya untuk membentuk suatu struktur protein. Glutamat yang terikat pada struktur protein tidak mempunyai rasa dan tidak memperkaya umami pada pangan. Hidrolisa protein selama proses fermentasi, aging, pematangan, proses pemasakan dengan panas akan melepaskan free glutamate. Free glutamate ini sebagai komponen kunci untuk mendapatkan pangan yang umami.

No comments:

Post a Comment